-->

In BPN Ramadan 2023 momlyfe

Refleksi Diri dengan berbagai Peran saat ini

Alhamdulillah, hari ini tepat berusia 29th, ini berarti juga sudah hampir 6 tahun menjadi ibu, dan hampir 7 th menjadi istri.. Feel blessed and loved enough.



Selain bersyukur, sebetulnya ada perasaan agak ngeri-ngeri sedap mengingat diri ini makin dekat dengan kepala 3. Sebuah jenjang baru sebagai manusia? Apakah rasanya sama ataukah berbeda, bagaimana rupa dan tutur lakuku kelak?

Rasa penasaran itu ada, tapi anehnya setelah usia 25 terlewati, rasa khawatir itu juga tidak terlalu semenggebu dulu. Hari ini aku merasa aman dan nyaman, juga bahagia.. Meskipun pada kenyataannya tak banyak yang berubah dari diriku. Masih ibu-ibu rumahan biasa yang sedang berusaha mencoba beberapa hal. Mencoba menyibukkan diri (red: inginnya sih lebih produktif gitu yaa) dengan beberapa kegiatan yang memang kusukai.

Sebagai seorang individu khususnya sebagai perempuan, aku merasa cukup. Tidak yang waw berkemilau, tapi cukup untuk diriku sendiri. Terkadang masih muncul sih insecure dari diri. Sebagai seorang istri, aku masih perlu banyak belajar. hehe

Sepertinya aku masih sulit tunduk taat, tipikal manusia yang perlu berembuk dan bahkan berdebat dulu baru bisa bersepakat (kadang juga sepakat untuk tidak sepakat). Entah kenapa, hal ini masih sangat menantang bagiku (?)

Sebagai seorang ibu, aku merasa kadang baik kadang kurang. Namun begitulah hidup yaa kan, tidak mungkin kita selalu merasa bahagia, terkadang ada sedih yang menambah hikmah.

Seorang teman dekatku mengatakan bahwa mimpi seorang perempuan harus tetap ditumbuhkan meski ia sudah berubah status menjadi seorang istri lalu menjadi ibu. Aku setuju dengan statement tersebut. Seringkali, perempuan yang menikah seperti kehilangan dirinya sendiri. Ia merasa bahwa hidupnya sebagai seorang individu yang memiliki mimpi berhenti begitu saja. Banyak hal yang harus direlakan, disubtitusi bahkan dihilangkan sama sekali. Akupun pernah mengalami masa-masa itu. Bahkan bisa dibilang hingga kini pun, pertimbangan utamaku bukanlah diriku sendiri. Tidak mungkin tidak, mindset seperti itu dihilangkan begitu saja memang. 

Para ibu (perempuan) melabeli hal tersebut sebagai pengorbanan, sebagian lainnya menyatakan bahwa itu adalah sudah menjadi fitrahnya. Aku tidak ingin mengatakan bahwa memiliki mimpi yang ingin diwujudkan, diluar peran seorang wanita sebagai istri dan wanita adalah sebuah hal yang aneh. Aku juga tidak ingin mengatakan bahwa seorang perempuan yang menyerah dengan mimpinya adalah perempuan yang merugi. Semua itu benar-benar pilihan berat yang harus dipikirkan :)

Beberapa waktu lalu, aku mendapati statement dari mb Apik (penulis buku) yang kurang lebih memperbandingkan medan juang para perempuan dalam perannya sebagai seorang ibu. "Ibu rumah tangga, perangnya dengan rasa tak berharga" sedangkan "Ibu bekerja berperang melawan rasa bersalah." Aku tidak bisa tidak setuju dengan pernyataan tersebut, sebab aku bahkan pernah mengalaminya dalam satu waktu. Merasa tidak berharga karena tidak bisa menghasilkan sesuatu yang disebut dari produktivitas (terlebih materi), juga dalam satu waktu merasa bersalah pada kurangnya perhatian dan waktu yang kuberikan pada anak dan suami karena tersibukkan dengan agenda mencari materi. Aneh yaaa... Tapi perasaan itu valid bukan? (meski dalam kondisi PMS :p)

Apapun itu, seseorang dengan berbagai peran yang sedang dijalani boleh dan berhak menentukan jalannya sendiri. Tentu atas ridlo dari suami agar jalan yang meski berat itu terasa sedang menabung pahala, meski keberhasilan belum tentu diraih.

Begitupun denganku, terima kasih atas hari ini :)

Spesial salam sayangku untuk Ibuk (almarhumah) yang selalu kurindukan yang telah menjadi tempat teraman mengantarku ke dunia ini :)

Happy Me Day <3

#selfhug


Sidoarjo, 13 April 2023

Related Articles

0 komentar:

Post a Comment

Search This Blog

Matrikulasi

Powered by Blogger.