-->

In khitan parenting

Pengalaman Mengkhitankan Anak Usia 5 tahun

 Assalamualaikum.... Holahai parents-mania~

Apadah heuheu~

Bismillaah, tulisan kali ini insyaallah agak serius nih gaiz pembaca budiman. Tentang pengalaman mengkhitankan alias menyunatkan anak berusia 5 tahun. Yaps, Abian, anak bujang yang kini telah duduk di bangku sekolah TK. hihi.

Alhamdulillah wasyukurillah, setelah perjalanan men-sounding dia dari -lupa kapan tepatnya, intinya udah lama lah yaa.. Akhirnya, perjalanan untuk mengantarkannya berangkat memenuhi salah satu kewajiban dasar seorang muslim, yakni berkhitan terwujud juga. Tentu sebagai bundanya, aku merasa lega. Meski dalam pelaksanaannya tidak semulus itu bundah!

Niat untuk mengkhitankan anak ini sebetulnya sudah terlintas sejak dia bayi. Sebab kubaca-baca dari beberapa sumber (medsos doktergram) memang sangat dianjurkan untuk mengkhitan anak sedini mungkin, dengan pertimbangan medis. Bahkan ada yang dikhitan sesaat setelah dilahirkan pula. Saat itu aku punya keinginan untuk segera menggelar khitanan sekalian dengan tasyakuran aqiqah, biar hemat juga yes. Namun sayang, ayahnya tidak setuju dan menolak permintaanku tersebut. Walhasil sebagai seorang istri yang baik, aku nurut saja. Ahihihi

Tahun kedua, ketiga, keempat.. semakin kubaca informasi tentang khitan semakin aku ciut untuk memberangkatkan anak untuk khitan. Sebab katanya, meski di era modern ini peralatan khitan sudah canggih dan katanya tidak menimbulkan rasa sakit, tetap saja ada warning bahwasanya anak yang masih aktif merangkak, berjalan, berguling-guling dan lain sebagainya akan menemui kendala. Disamping memang belum ada dana yang disiapkan secara khusus, hehe.

Begitulah sampai akhirnya Abian masuk usia sekolah TK, usia 5 tahun. Bertepatan dengan miladnya yang kelima di bulan September, aku bermaksud menawarkan Abian untuk khitan. Kuajak, kutawari bahkan dengan agak kuiming-iming (mengundang teman-teman ke rumah) ternyata anaknya belum mau. Baiklah, pikirku ya sudah gapapa belum mau, mungkin tahun depan coba lagi. Mungkin dia lebih siap dan berani.

Tidak ada perayaan milad secara khusus, hanya membawa nasi & snack untuk teman-teman sekelas. Lalu kehidupan kamipun berjalan normal seperti biasa wkwkwk. Hingga beberapa hari kemudian, tepatnya di awal Oktober, aku melihat status WA teman SMK yang menginfokan tentang sunat masal yang akan digelar oleh perusahaan tempat ia bekerja. Akupun sumringah, tapi yaa tidak bisa terlalu berharap lebih, mengingat Abian yang memang bilang bahwa ia belum siap untuk sunat.

Namun, bukan aku namanya kalau tidak coba-coba duluu yee kan. Kucobalah untuk iseng nanya pendaftaran, apakah dibuka untuk umum dan apa saja persayaratannya. Pertanyaanku direspon dengan baik oleh narahubung dari pihak penyelenggara. Selanjutnya, aku meminta ijin dari ayahnya Abian, dan direspon positif juga olehnya.

Babak akhir adalah meminta pendapat dari yang bersangkutan, si calon anak yang mau dikhitan. Kukira responnya masih akan sama: menolak. Sebab masih baru beberapa hari tawaran itu kulontarkan berulang. Alhamdulillaaah, surprisingly amazingly anaknya mauuuu! Takbir! Maasyaallah tabaarakallah. Beneran deh, ketika tidak menaruh ekspetasi tinggi dan hanya berharap diberikan jalan terbaik dari Allah, malah dikasih bonus seperti ini hehee.

"Bi, ini loh ada sunat masal. Abian mau sunat?" hanya itu kalimat yang kuucapkan pada Abian kala itu. Lalu dia dengan santainya menjawab, "haa, mana bunda? oh, yaudah deh, ayok sunat." Sesimple itu ternyata kalau Allah sudah menggerakkan hati seorang hamba~ Tiwas aja, aku ngoyo-ngoyo nyiapin proposal pendanaan segala ke ayahnya. Ternyata sama Allah mau dikasih free :D

Tahap persiapan

Nah, begitulah kira-kira proses deal-deal-an sama Abian soal khitan. Jika boleh kutuliskan beberapa langkah sebelum akhirnya memutuskan untuk khitan berikut ini

  • Sounding dari jauh hari, persiapkan mental baik orang tua terutama mental anak. Jangan pernah menakut-nakuti anak dengan ancaman sunat, sebab sepertinya masih banyak orang-orang tua yang belum paham tentang ini. Hindari mengatakan, "woo, tak sunat loh nanti" ketika anak-anak sedang aktif-aktifnya. Kalimat seperti itu akan tertanam di alam bawah sadar, bahwa sunat itu menyakitkan, sunat itu tidak enak, sunat itu sesuatu yang menyeramkan.
  • Cari tahu informasi mengenai metode sunat apa saja yang ada dan memilih metode mana yang paling sesuai dengan keinginan (baik dari segi biaya maupun proses khitannya sendiri). Banyak sekali metode-metode kekinian yang ditawarkan oleh rumah sunat, mulai dari metode konvensional, laser, ring dan lain sebagainya.
  • Setelah cukup paham, ajak anak untuk berdiskusi tentang khitan. Bisa diawali dengan penyampaian tentang khitan itu apa, kenapa seorang muslim wajib berkhitan. Jelaskan apa adanya dan jangan menambah atau mengurangi informasi. Hindari membujuk anak dengan kata-kata: nggak sakit kok! Padahal kenyataannya, memang khitan sedikit banyak akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Baik itu saat proses khitannya ataupun saat proses penyembuhan. 
  • Berdoa kepada Allah SWT, karena hanya Allahlah yang Maha melembutkan hati. Termasuk hati anak kita yang masih berusia 5 tahun misalnya.
  • Menjelaskan dan meminta dukungan dari keluarga terdekat. Pada kasusku kemarin, aku agak terlewat tentang hal ini. Suami sudah setuju, namun aku lupa tidak menyampaikan ke keluarga lain yang tinggal serumah. Bukan lupa sih yaa mungkin, lebih tepatnya tidak memberitahukan lebih awal, dengan alasan tidak mau merepotkan wkwk. Duh, padahal ini penting banget juga, karna ternyata proses recovery pasca khitan cukup membuat hati bergidik~

Proses Khitan

paling kecil hehe


Singkat cerita, hari H khitan pun datang. Tepatnya tanggal 20 Oktober. Aku sudah sibuk bersiap dari hari kemarinnya, mempersiapkan sarung yang akan dipakai dan bekal untuk khitan. Pagi itu kami berangkat dari rumah dengan mobol (mobil online, apalah istilahnya) karna ga mungkin juga kan nantinya naik motor setelah dikhitan hehe~

Ga nyangka ternyata para peserta udah gercep hadir, sehingga Abian pun mendapat no urut agak belakang. Baiklah tak mengapa, lagian juga kami nggak buru-buru. Mungkin juga di urutan akhir jadi ada waktu untuk Abian lebih rileks dan lebih siap. Ternyata lagi nih, Abian menjadi peserta termuda, ahiww jadi maknae diaa- yang daftar dan hadir pada khitan massal kali ini. Alhamdulillah dapat potongan nasi tumpeng, baarakallah.

Tiba giliran Abian dipanggil untuk di-eksekusi- ngeri kali bahasanyaa, tiba giliran Abian untuk dikhitan. Ternyata tidak terlalu lama, kami datang sekira pukul 8, pukul 10an sudah dipanggil untuk khitan. Proses pertama yang harus dilakukan adalah memberi obat bius lokal pada bagian sekitar p*nis. Tentu saja sebagai ibu yang tidak pernah punya pengalaman sebelumnya mendampingi siapapun khitan, aku ikut deg-degan. Abian diminta berbaring dan membuka sarung, sambil berpegangan tangan dengan erat kepadaku, ia diminta untuk bilang "bismillah."

Meski agak ndredeg, Alhamdulillah proses pembiusan berjalan lancar, tanpa drama dan tanpa tangisan. Berasa superhero dia ditepuk-tangani dan disambut oleh karyawan yang sedang bertugas disana. Hamdalah, dia terlihat senang dan bangga hihihi~

Usai proses pembiusan, kami keluar ruangan lagi karena petugas yang mengkhitan masih antri. Tak lama kemudian, giliran Abian masuk ke ruangan lagi. Lagi-lagi dia sangat percaya diri dan dengan gagah berani melangkah hingga naik ke tempat tidur sendiri wkwkwk~

Metode yang digunakan saat itu dengan menggunakan laser. Jadi semi konvensional gitu lah ya sepertinya, karena masih perlu dijahit juga. Aroma asap pun mulai tercium dan aku lagi-lagi deg-degan sangat! Padahal anaknya anteng-anteng aja, yaa karena dia kuberi nonton yucub sih, soalnya dia kepo mau bangun dan lihat prosesnya.

Selama proses khitan berlangsung -yang kalau kuingat-ingat sepertinya ga sampai 10 menitan, yang agak lama proses menjahitnya- aku banyak bertanya kepada bapak petugasnya (wallahu a'lam saat itu yang bertugas dokter atau perawat) tentang proses perawatan pasca khitan. Beliau lalu menjelaskan, boleh untuk diberi ini dan itu. Setelah pipis dibersihkan dengan apa, dan lain sebagainya. 

Proses khitan selesai!

Kami langsung pulang dan Alhamdulillah mendapat banyak sekali oleh-oleh dari penyelenggara. Maasyallah totalitas sekali! 

selesai khitan yeay


Proses Recovery

Proses pasca khitan menjadi proses yang menjadi salah satu penyebab kuat kenapa aku perlu menulis dan membuat catatan pengalaman khitan ini weheheh. Why? Yaa karena prosesnya tidaklah mudah bestie!

Sepulang dari khitan, Abian masih sempat haha-hihi riang gembira membuka oleh-oleh yang ia dapat. Alhamdulillah, satu tas penuh berisi sarung, sajadah, snack, alat tulis dan juga uang saku. Kengerian pun mulai ketika beberapa jam setelah pulang dari khitan, obat biusnya hilang efek! Awalnya ia mulai terisak, mungkin baru permulaan rasa sakitnya timbul ya. "Bunda, kok mulai sakit ya?" sambil berkaca-kaca ia meraih tanganku.

Aku yang saat itu baru akan memberi obat minum yang diberikan oleh penyelenggara mulai was-was. Wah, kira-kira Abian akan merasa kesakitan separah apa ya? Nah, kesalahanku adalah tidak mempersiapkan apapun untuk menghadapi nyeri yang timbul ini. Huhuhu

Beberapa teman yang kutanyai, memberikan jawaban yang berbeda-beda. Ada yang memberikan be**d*ne, minyak-minyakan dll. Pun juga bapak pengkhitan sendiri menyebutkan bahwa tidak perlu diberi apa-apa juga tidak apa-apa. Bingung ga tuh! Puyeng asli bunda.

Belum lagi, skala isakan berubah jadi tangisan, lalu naik lagi jadi tangisan disertai teriakan kencang wwkwk

Buyar konsentrasi mamak nak! Sembari terus berada di sisinya, aku coba untuk bersikap tenang meski hati ambyar. Keluarga pun mulai berdatangan ke kamar tidur, serangan panik melanda. Namun kami putuskan untuk membeli salep pereda nyeri ke apotek. Alhamdulillah, dapatlah satu salep yang manjur sekali waktu itu.

Sekali oles, alhamdulillah berkurang juga tangisan anak 5 tahun yang baru saja dikhitan ini. Salep itu ternyata hanya berfungsi untuk menghilangkan nyeri namun efeknya lukanya jadi basah. Aku memberikan salep itu hanya 2 kali saja.

Kepanikan selanjutnya adalah saat buang air kecil. Menurut petunjuk, usai pipis memang belum diperbolehkan untuk terkena air. Jadi solusinya cukup diusap (ditutul) lembut dengan kapas atau tissue. Itupun beberapa hari selalu ada sedikit drama kecil usai pipis wkwk

Soal mandi bagaimana? Yes, beberapa hari Abian tidak mandi byur-byur. Demi agar lukanya cepat mengering. Mandi pun hanya diwakili oleh waslap yang dibasahi alias seben kalau orang Jawa bilangnya.

Total waktu sampai benar-benar kering dan bekas luka terkelupas sempurna kurang lebih 2 minggu. Total waktu menangis-menangis, alhamdulillah 2 hari saja disertai dengan rengekan kecil tiap usai pipis hehe. Oh iya, karna Abian sudah TK, jadi terpaksa ijin selama 7 hari tidak masuk kelas (sekolahnya Senin-Jumat). Sebetulnya 10 hari sudah kering dan mungkin bisa sekolah, tapi melihat tingkah anak TK yang selalu aktif always on mamak tidak tega jika bekas lukanya nanti tersenggol atau khawatir ada insiden yang tak diinginkan. 

Begitulah sekelumit cerita pengalaman mengkhitankan anak TK. Apresiasi besar untuk keberanian dan ketegarannya selama proses khitan hingga penyembuhan. Semoga Abian menjadi anak shalih. Tulisan ini dibuat sama sekali bukan untuk membanggakan diri ataupun sok paling tahu, karena aku hanya ingin mengabadikan momen dan mungkin suatu saat nanti akan kubaca ulang semisal punya anak (cowok) lagi hehehe

Saran bagi bunda-bunda yang berencana mengkhitankan ananda dalam waktu dekat, sebisa mungkin persiapkan sebaik mungkin perawatan pasca khitan. Dengan metode apapun, rasanya itu yang paling penting ya. Juga jangan memaksakan anak untuk segera mau dikhitan jika memang anaknya belum siap, bisa stress sendiri nanti ortunya. 

bonus kunjungan sahabat :)


Sekiaaan, semoga ada hikmah yang bisa diambil yaah bundah :)
Luupph <3

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

Search This Blog

Matrikulasi

Powered by Blogger.