Membesarkan anak yang bisa membaca, mungkin akan mudah. Namun membersamainya menumbuhkan cinta untuk membaca, itu perlu usaha yang tidak semudah memberikannya tontonan dari layar gawai.
Suatu ketika saat aku belum hamil,
aku sengaja mendaftarkan diri menjadi reseller salah satu penerbit buku
lokal. Penasaran dan memang sangat tertarik dengan
dunia literasi, membawaku pada kesimpulan bahwa aku harus ikut andil dalam
memajukan literasi anak Indonesia. Sebab setahuku saat itu, tingkat baca
anak-anak bahkan orang dewasa di Indonesia tidak tergolong tinggi. Bisa
dibilang jauh dari standar. Bayangkan, dari 66,05 juta jiwa anak berusia 0-14 tahun, hanya berapa persen yang doyan
baca buku. Ditambah lagi dengan akses internet yang makin was wus saat ini, dan
sayangnya hal itu tidak dibarengi dengan bertambah tingginya minat baca. Yang
artinya literasi tetap saja rendah meski jaman sudah berkembang sedemikian
rupa. Kebayang ngerinya PR generasi muda kita nantinya, kalau untuk sekadar
memahami sesuatu dengan membaca saja kurang.
Oleh karena itu, sejak tahu hamil aku semakin giat memantapkan diri berkecimpung dan berusaha mengenalkan anak kepada buku. Tujuanku sederhana aja sih, minimal anakku dan lingkungan sekitarku bisa mencintai buku dan mencintai bacaan. Agar ketika ia besar nanti ia bisa membaca dengan pemahaman yang baik. Bukan hanya sekedar membaca huruf dan kata tanpa makna. Tetapi lebih jauh dari itu, agar ia dapat mengambil hal baik dari yang ia baca. Petualangan pun dimulai, dari mulai berburu buku diskonan, menjelajah para bakul buku yang bisa memberikan harga reseller, hingga saat ini terbantukan sekali dengan bertemu dengan Let’s Read! Apa itu Let’s Read. Wait, sabar sebentar. Aku akan menjelaskannya panjang kali lebar nanti. Tetapi sebelum itu, ijinkan aku berbagi pengalaman selama mengenalkan dan mendekatkan anakku dengan dunia literasi, khususnya buku.
Membacakan Buku sejak dalam Kandungan
Percaya tak percaya, aku saat itu sudah dengan yakinnya berusaha membacakan anakku buku, meskipun ia masih di dalam kandungan. Mungkin bagi sebagian orang kala itu, hal ini dipandang aneh. Ngapain sih, bacain perut buku? Tapi, aku percaya bahwa membacakan buku sejak dalam kandungan itu baik. Bukankah salah satu indera yang telah matang sejak dalam kandungan adalah indera pendengaran? Yap, menurut info yang kubaca dari berbagai laman maupun para doktergram yang ku-follow sih seperti itu. Pun juga, stimulasi pendengaran dengan musik kan dianjurkan juga sejak dalam kandungan. Lantas apa salahnya dengan membacakan buku? Justru sangat bermanfaat ya kan. Iya aja udah. Aku percaya hal itu baik, maka kulakukan.
Saat anakku lahir, berselang dua hari saat kami pulang dari Rumah Sakit, aku kembali mengenalkannya dengan buku. Buku high contrast saat itu kupilih sebagai awalan. Menurut penelitian memang bayi baru lahir sebaiknya distimulus dengan warna-warna yang kontras seperti hitam, putih dan juga merah. Benar saja, Abian saat itu kurasa jadi semakin cepat jelas penglihatannya. Respon yang ia berikan pun mungkin bisa dibilang cukup baik dari kacamataku. Saat itu pun komentar kembali melayang dari para netijen budiman. Hihihi. Memang tak akan lengkap rasanya hidup kalau belum dapat komentar-komentar dari kanan-kiri. Banyak yang nanya, ‘itu bayi umur segitu emang udah paham dibacain buku gitu?’. Aku sih woles aja menanggapinya, kuanggap saja bahwa mereka mungkin memang belum tahu ilmunya. Hehe. Jadi yaa aku dengan senang hati menjelaskan setidaknya satu saja alasan masuk akal kenapa aku ‘harus’ banget bacain buku buat anakku. Iya, satu saja jangan banyak-banyak. Bayi baru lahir akan sangat baik jika distimulasi penglihatannya dengan buku high contrast. (titik)
Tak sekedar membacakan, kami juga melagukannya. Lalu respon yang dia berikan adalah mengikuti arah buku, bahkan ikut "bersenandung" ala bayi gitu. Kusimpan di dalam salah satu postingan instagramku kala itu disini https://www.instagram.com/p/BaQJtobAOk7/?igshid=u55ubg8vqsty .
Sekali Ia
Jatuh Cinta, Maka Siapkan Suara Emas Anda Buibu!
Perjalanan membacakan buku
berlanjut hingga kini ia berusia hampir 3 tahun. Meski yaa memang sangat
mungkin ada rasa ‘malas’ justru datang dari emaknya ini. Yaa, gimana ya.
Ternyata perjuanganku tidaklah sia-sia menumbuhkan budaya membaca untuk anak sejak dalam kandungan.
Terbukti dengan dia yang hampir setiap hari, pagi siang malam selalu nagih
jatah baca buku. Tak tanggung, satu buku mana cukup. Minimal 1 bukunya dibaca
3x, belum lagi judul lain. Sampai serak suara emak naak. Hihihi. Hal itulah
yang jadi sebab kenapa emak ini agak-agak menolak kadang. Huh, harusnya gaboleh
gitu ya.
Alhamdulillahnya lagi, di usianya yang memasuki 3 tahun ini, Alhamdulillah perolehan kosakatanya cukup banyak. Bicaranya sudah tidak pelat (istilah Jawa untuk cadel). Aku cukup yakin bahwa ini adalah salah satu hasil baik dari budaya membaca buku yang kami lakukan hampir setiap hari. Bahkan mungkin ia tergolong anak yang cerewet hihihi. Alhamdulillah, sesuai dengan nama yang kusematkan padanya, Abian yang berkorelasi dengan bahasa Arab (bayaan) yang berarti jelas dan terang! Kadang ia bercerita ini itu, kadang mengarang cerita dari sebuah buku yang sering dibacanya. Kalau sudah begitu dia akan bilang, "ayah/ bunda dengerin Abian mau cerita. Suatu hari....". Begitulah kepolosannya yang manis, membuatku malu kadang jika tidak mau membacakannya buku.
Beruntungnya, Desember lalu sebelum badai COVID19 menyapa, aku dipertemukan dengan Ibu Roosie melalui pelatihan Read Aloud. Bersyukur sekali berkesempatan hadir di acara ini. Akupun jadi semakin kagum dengan manfaat dari membacakan buku. Tak hanya untuk merangsang kecerdasan tentu saja, tetapi juga banyak sekali manfaat yang bisa kita dapat dari membacakan buku. Nah, di kesempatan itu pulalah aku jadi kenal dengan aplikasi ter-uwaaw lah pokoknya. Apa ituu? Lanjut yaa…
Let’s Read and Let’s See the World
Pelatihan Read Aloud bersama Ibu Roosie saat itu akhirnya mengenalkanku pada aplikasi Let’s Read (http://bit.ly/webletsread). Sebuah aplikasi yang dirancang untuk memudahkan para orang tua millennial yang mungkin kurang waktu untuk datang ke toko buku dan memilah-milah buku yang baik untuk dibacakan kepada anak. Iya, kita sebut saja dengan perpustakaan digital. Tapi ini kheusus buku cerita bergambar untuk anak! Yeaaay, kemana saja diriku ini, hari gini baru kenal Let’s Read?
Di Let’s Read buanyak sekali cerita-cerita dan kisah insipiratif untuk dibacakan ke anak. Buku-buku digital yang disajikan pun memiliki ilustrasi yang bagus. Cara mengasesnya juga cukup mudah. Menurutku sih sangat user friendly banget. Kamu belum tahu ada aplikasi keren ini? Cuss, segera meluncurlah untuk download dulu. Let's Read tersedia di playstore (https://bit.ly/downloadLR2).
Masih panjang cerita
petualanganku bersama Abian, kuharap Let’s Read makin banyak menelurkan karya
dan semakin banyak pula para orang tua yang sadar pentingnya mengenalkan
Literasi sejak dini kepada anak-anak mereka. Dengan begitu, kuharap peringkat
Indonesia dalam hal membaca berangsur naik dengan progress yang kian baik tiap
harinya. Aku ingin menjadi bagian dari para pejuang itu. Pun yang terpenting
juga adalah, semoga anakku menikmati setiap petualangannya bersama ratusan,
ribuan bahkan jutaan cerita yang akan kita baca bersama. Yeayy. Kami siap
berpetualang! Kamu juga kan!!!
Let’s Read and See
the World!
Berikut kenang-kenangan yang sempat kuabadikan di medsos pribadiku.
https://www.instagram.com/p/BdUhOZXFsKd/?igshid=rae7qse2ttzv
Salam Literasi 😊
Bundana.
Foto dan Ilustrasi:
Canva dan dokumen pribadi
Kereeen, suka buku sejak bayi yaa..
ReplyDelete